Kisah kita berawal di Jogja, tahun 2018. Saat itu, kita hanyalah dua orang yang saling menyapa sederhana di tengah rutinitas masing-masing. Sapaan itu singkat, tanpa banyak harapan atau bayangan masa depan. Setelahnya, kita kembali menjalani hidup dengan arah kita masing-masing, seolah-olah pertemuan itu hanya angin lalu. Tapi ternyata, itu adalah benih yang diam-diam tertanam.

Lima tahun berlalu. Tanpa diduga, kita kembali berada di kota yang sama—Jogja. Kali ini, bukan tatap muka yang terjadi lebih dulu, melainkan sebuah komentar di Instagram story-ku. Sapaan maya itu menjadi percikan baru, membuka pintu yang pernah tertutup. Meski kita belum sempat bertemu langsung, ada rasa hangat yang mulai tumbuh, rasa yang perlahan mengingatkan kita pada pertemuan pertama di Jogja dulu.

Arah cerita kita mulai terbentuk lebih jelas ketika kamu memberanikan diri datang ke Cirebon. Dari Jakarta, kamu melakukan perjalanan panjang pulang-pergi hanya untuk satu tujuan penting: bertemu dengan keluargaku, khususnya papahku. Momen itu menjadi bukti nyata keberanian, ketulusan, dan kesiapanmu. Langkah kecil yang kamu ambil ternyata begitu besar maknanya bagi keluargaku—mereka melihat kesungguhan dalam niatmu untuk membangun hubungan yang lebih serius.

Setelah saling mengenal lebih dalam, akhirnya pada tanggal 17 November 2024, kamu mengambil langkah terbesar: melamarku. Meski papahku sudah tiada, kamu tetap dengan hati yang mantap meminta izin kepada keluargaku, memperlihatkan bahwa ini bukan hanya tentang kita berdua, tapi tentang menyatukan dua keluarga. Hari itu, kita sepakat menjadikan kisah ini bukan lagi sekadar pertemuan dan percakapan, tapi sebuah janji untuk masa depan bersama—menuju pernikahan dan hidup yang kita bangun berdua.